Rabu, 23 Januari 2013

mogok kerja

Senin, 15/10/2012, Unjuk rasa Perawat di beberapa daerah, agar disahkanya RUU Keperawatan, kurang dapat perhatian dari Media`televisi. Meskipun ada, durasinya sebentar, di Kabar petang TV one. Tidak saya tampik, bahwa Portal Online ada meliput, begitu juga di jejaring sosial. Seperti: Twitter dan Facebook.

Saya yakin, isu unjuk rasa Perawat tidak seluruh rakyat Indonesia mengetahui. 'Opini pribadi', kebanyakan masyarakat bangsa ini cendrung menonton daripada membaca.
Demonstrasi Perawat,  berlalu begitu saja. Bandingkan dengan kasus penganiayaan wartawan di Pekan Baru, Selasa, (16/10/2012). Tiap sebentar beritanya menghiasi layar kaca, baik pagi,siang maupun malam.
Lihat saja kasus Cicak vs Buaya jilid I dan II, berhari-hari beritanya dibahas. Didatangkan pengamat, ahli hukum, peneliti, dosen ahli dan profesional. Sebagai penutup manis, digiring pembahasanya ke acara Indonesia Lawyers Club. Akhirnya, Presiden harus konfrensi pers untuk menyatakan sikap agar isu menjadi tenang. Sungguh luar biasa sorotan publik akan 'permasalahan' tersebut.  
Apalagi, kasus century, penggelapan pajak, selalu dapat perhatian penuh.
Media Televisi, sangat besar pengaruhnya. Jika sempat mengemas suatu fenomena menjadi berita. Akan menarik perhatian rakyat Indonesia. Presiden, DPR, dan lain-lain akan menuangkan pikiranya untuk topik yang diangkat oleh televisi tersebut.
Lalu, apa hubunganya dengan Unjuk rasa Perawat?
Unjuk rasa yang dilakukan Perawat sebenarnya, supaya mendapat perhatian dari Badan Legislatif dan Eksekutif. Aksi itu dicuatkan ke publik, agar ada tekanan kepada DPR RI untuk bekerja cepat.
Ratusan/ribuan massa dikerahkan, merupakan sebuah isyarat ketidakpuasaan akan kinerja suatu lembaga. Namun, belum juga mendapat perhatian penuh. Tentu muncul sebuah opini lagi. Kasihan Perawat, keluhannya tak dihiraukan, hilang dari peredaran. Sebaiknya Perawat, ahli mendengar keluhan pasien saja di Rumah Sakit. Bikin malu saja berdemo, karena tidak dihiraukan.
Apa sebenarnya yang dibutuhkan Perawat?
Perawat yang diwadahi PPNI, sebenarnya ingin di perhatikan oleh Pemerintah dan DPR. Seperti, guru, TNI/Polri yang telah menikmati uang sertifikasi dan remunerasi.
Seandainya, tuntutan Perawat disahkan menjadi Undang-Undang. Perawat akan dihadadapkan pada ujian Kompetensi, sebagaimana yang termaktub dalam BAB IV, Pasal 11, draf RUU Keperawatan tentang Konsil Keperawatan Indonesia. Bak kata orang Minang Kabau, 'jariah manantang buliah' ( Jalani Kewajiban, terima hak), maka Perawat yang lolos ujian Kompetensi juga akan menerima hak, sebagaimana diatur dalam draf Pasal 47, ayat 7, BAB VII tentang Registrasi dan Lisensi Perawat.
Di artikel yang lalu, saya telah membahas tentang kewenangan Perawat dilahan praktek, sungguh membingungkan, baca saja artikel berjudul  Perawat, korban tarik ulur kepentingan
Salah satu indikasi Perawat unjuk rasa adalah, terkait kejelasan wewenang Perawat dimata hukum. Bukan tarik ulur kepentingan. Saat dibutuhkan, Perawat boleh melakukan, disituasi lain Perawat terancam dipenjarakan, jika melakukan tindakan yang sama.
****
Sempat  penulis berpikir, seandainya Perawat seluruh Indonesia mogok kerja, seperti buruh, karena tuntutanya tak dihiraukan. Apa yang akan terjadi di Puskesmas dan Rumah Sakit? Pastinya heboh, pemberitaan di media massa.
Petinggi PPNI dan pengamat ilmu Keperawatan akan di undang oleh TV One dan Metro TV, akibat aksi nekat Perawat Indonesia tersebut. Karni Ilyas selama 40 tahun jadi jurnalis (2012), tentunya akan senang mengundang perwakilan Perawat ke acara Indonesia Lawyers club, yang dihadiri juga oleh anggota DPR, pengamat hukum, Kemenkes, dll.
sumber: google image
Akhirnya, dunia akan berkata, Ouw ! ternyata itu yang dibutuhkan Perawat (PPNI ?).
Wallahu A'lam.